Diberdayakan oleh Blogger.

Lawan Gaya Hidup Konsumtif dengan Berhemat

Perilaku konsumsi yang berlebihan alias konsumsi tanpa disadari merupakan sebuah penyakit yang mempengaruhi gaya hidup kita. Tingginya standar gaya hidup masyarakat menuntut banyak orang untuk ikut-ikutan menjadi bagian dari budaya konsumsi tingkat super.

Intip saja diri kita sendiri, misalnya, seberapa besar keinginan mengkonsumsi suatu produk, handphone atau beragam merek gadget misalnya. Atau bagi segmen wanita, beragam produk kecantikan yang terpajang di etalase toko dan mall tentu menggoda rasa ingin intuk memilikinya. Persoalannya adalah, apakah kita membutuhkan itu semua?

Hidup dengan lebih komunikatif dan easy acces pada sumber informasi seakan-akan menjadi sebuah keharusan, mutlak menjadi kebutuhan yang mendasar bagi umat manusia. Disisi lain, keterbukaan informasi menjadikan saling mempengaruhi gaya hidup menjadi lebih mudah, akibatnya kita semakin sulit membedakan mana keinginan dan mana kebutuhan.

Masih ingat dengan fenomena rusuh saat mengantri untuk membeli produk blackberry? Mari kita lihat kutipan berita berikut;
Ribuan massa mengatre untuk pembelian telepon seluar Blackberry  seri terbaru dengan potongan harga tertinggi di Lobi Utara Pasific Place, SCBD, Jakarta Selatan. Massa rela mengantre dengan iming-iming harga murah, sehingga terjadilah aksi berdesak-desakan, aksi dorong-mendorong yang mengakibatkan beberapa orang pingsan, dan satu pengunjung menderita patah tulang (Republika.co.id, berita tanggal 25/11)

Ini baru salah satu contoh yang dapat kita lihat dinegeri ini. Masih banyak contoh lainnya. Hal yang biasa kita temui, ketika ada discont produk besar-besaran, elektronik, kosmetik, baju, sepatu dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan sebuah produk baru, mereka rela untuk berpanas-panasan, bahkan antri sekian jam demi prestise,  dan gaul.

Untuk memenuhi  gaya hidup, manusia bisa garang. Mau mencuri, menodong bahkan membunuh, mau berbuat apapun demi tujuannya.

Budaya konsumtif mengajarkan manusia menghargai seseorang dari materi belaka, bukan dari pribadi atau akhlaknya. Lihat saja prilaku remaja saat ini. Obrolan mereka tak jauh-jauh dari merek Handphone atau gadget terbaru, model baju terbaru, sepatu, kendaraan, kosmetik terbaru dengan iming-iming kecantikan dan lain sebagainya.

Pengaruh tercepat yang kita rasakan saat ini adalah peran media. Manusia dapat mengakses apapun, kapanpun, tanpa mengenal tempat dan waktu. Budaya konsumtif tak lepas dari peran media.

Media ikut mematenkan benda-benda yang berbau stylist dalam benak kita. Baik cetak ataupun elektronik. Bahkan sepanjang jalan-jalan yang kita lewati penuh dengan iklan-iklan yang menyihir mata. Sehingga manusia tergoda membeli produk-produk yang diiklan tersebut.

Budaya komsumtif sama dengan pemborosan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Israa' ayat 26-27;
Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan".

Dalam Islampun boros identik dengan menuruti hawa nafsu. Orang-orang yang mengikuti hawa nafsu diketagorikan sebagai hizbuz syetan (tentaranya syetan). Mereka lebih berfikir bahwa kesenangan dunia lebih utama dibanding kesenangan akhirat. Orang yang terbelit dengan budaya konsumtif, lebih suka berfikir pendek. Investasi tidak begitu penting. Yang lebih utama adalah hura-hura.

Mari melawan budaya kunsumtif, mulai diri kita dengan hidup lebih hemat dan lebih banyak berbagi. Utamakan kebutuhan disamping keinginan.
Description
: Lawan Gaya Hidup Konsumtif dengan Berhemat
Rating
: 4.5
Reviewer
: Unknown
ItemReviewed
: Lawan Gaya Hidup Konsumtif dengan Berhemat
Share Lawan Gaya Hidup Konsumtif dengan Berhemat via

0 komentar:

Posting Komentar